Visual Anarkisme Postmodern

Pada 5 tahun terakhir kelompok anarkisme banyak disorot membuat pergerakan yang banyak mendapatkan framing buruk dari media masa kini. Beberapa aksi yang berujung bentrokan dan kericuhan dari kedua belah kubu (kelompok anarkisme dan aparat) melahirkan stigma masyarakat pada pergerakan ini yang dianggap merusak juga mengganggu kenyamanan dan ketertiban umum. Dalam teori politik maupun kebahasaan, anarkisme adalah gagasan yang paling banyak disalahpahami. Umumnya, istilah tersebut digunakan untuk mengartikan (situasi yang) “chaos” atau “tanpa tatanan”. Akibatnya, kaum anarkis dianggap menginginkan kekacauan sosial serta kembali ke “hukum rimba”. Anarkisme pada dasarnya merupakan sebuah filosofi yang percaya bahwa manusia sebagai anggota masyarakat akan membawa pada manfaat yang terbaik bagi semua jika tidak diperintah atau hidup dalam belenggu otoritas. Para anarkis percaya, manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang secara alamiah mampu hidup secara harmoni dan bebas tanpa intervensi kekuasaan.

Anarkisme postmodern mengonstruksi kelompok yang cukup luas, postmodern membagikan ketidakpercayaan tertentu terhadap metanaratif, sebuah sikap mencurigakan terhadap karakteristik diri yang bersatu dan rasional yang sering ada pada filsafat pasca-pencerahan, dan sikap kritis yang kuat terhadap segala bentuk kuasa (tidak hanya kuasa yang diproduksi oleh negara maupun kapital, namun juga yang terproduksi di dalam keluarga, rumah sakit, ruang psikiater dan lain sebagainya). Seringnya ditafsirkan secara luas dengan cara ini, postmodernis biasanya juga memiliki minat yang besar pada teori semiotika, atau setidaknya kesadaran bahwa Bahasa dapat memproduksi, mereporduksi, dan mentransmisikan kuasa. Cakrawala anarkisme postmodern memiliki perspektif yang luas karena didukung oleh tren dan perkembangan dari kondisi postmodern itu sendiri. Ekspansi dari iklan ke dalam wilayah yang sebelumnya tak terdengar, ditambah dengan pertumbuhan massif dari “ekonomi informasi” di mana data menjadi suatu komoditas utama, memberi kesan bahwa saat ini sangat pentung untuk mengajukan kritik terhadap ekonomi politik dari tanda, yaitu, kritik terhadap bentuk semiotika yang menuliskan segala manifestasi dari pertukaran kapitalis.

Secara sepintas dapat dilihat bahwa “musuh” gerakan anarkisme adalah segala bentuk otoritas, dan bentuk otoritas yang sangat jelas adalah (otoritas yang dimiliki oleh) negara modern. Bagi kaum anarkis, negara dipandang telah memonopoli berbagai lini kekuasaan: kekuasaan teritorial, kekuasaan yurisdiksi, kekuasaan menguasai kekayaan sumber daya, hingga pemanfaatan sistem hukum positif yang eksistensinya kerap menyingkirkan semua bentuk hukum yang dianggap “negatif” seperti hukum adat dan banyak hukum lainnya. Terlepas dari aksi mereka di lapangan ternyata jalanan juga merupakan media paling dekat yang mereka salurkan untuk mengaspirasikan suara. Banyak kata dan simbol-simbol yang tersirat dalam setiap gerakan vandal yang mereka lakukan. Dibalik stigma yang buruk terhadap aksi vandalisme ini ternyata hal ini merupakan pesan ancaman serta informasi alternatif dari para kelompok gerakan revolusioner untuk pemerintah. Pesan yang mereka bawa cendrung bertujuan menciptakan tatanan masyarakat tanpa penindasan dan kelas sosial. Gerakan ini percaya bahwa setiap manusia memiliki daya cipta masing-masing hingga akhirnya intervensi negara serta agama mengubah daya cipta tersebut menjadi daya rusak. Sedangkan vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya) Budaya yang dikaitkan antara lain: perusakan dan penistaan terhadap segala sesuatu yang bermutu indah atau terhormat. Tindakan yang termasuk di dalam vandalisme lainnya adalah tindak kriminal perusakan, pencacatan, grafiti yang liar, dan hal-hal lainnya yang bersifat mengganggu peradaban. Namun jika dikaitkan dengan pergerakan anarki maka vandalisme ini berarti merusak serta menghancurkan segala properti pemerintah dan para kaum kapitalis (tidak termasuk alam) untuk membawa pesan revolusioner.

VISUAL DAN NARASI PROPAGANDA ANARKISME

Merupakan persuasi yang berisi bujukan untuk menggunakan/melakukan suatu gerakan mobilisasi massa. Visual dan Narasi propaganda sendiri merupakan suatu paragraf atau visualisasi yang berisi ajakan/bujukan untuk melakukan atau menjauhi suatu hal. Ajakan atau bujukan pada paragraf persausi ini terbilang tegas dibanding jenis paragraf persuasi lainnya. Anarkisme mengacu pada kritik radikal atas segala sistem negara, termasuk apa yang biasa disebut negara pekerta (buruh), yang dijalankan oleh filsuf Bakunin. Anarkisme juga mengacu pada kritik relasi kepemilikan pribadi yang dikembangkan oleh Proudhon. Konsepnya adalah solidaritas dan “saling membantu” yang dikembangkan oleh Kropotkin sebagai alternative radikal dari model kompetisi “natural” dari Darwin pada abas Sembilan belas.

Simbol anarki lingkaran-A adalah salah satu simbol politik yang paling dikenal. Simbol ini jauh lebih modern daripada bendera hitam klasik yang juga merupakan simbol umum untuk anarkisme. Lingkaran-A sering terlihat pada vandalisme di dinding dan di bawah jembatan dengan warna merah atau hitam, simbol ini juga sebagai bendera dan identitas keberadaan. Huruf “A” berasal dari huruf pertama dari kata “anarki” atau “anarkisme”, yang memiliki arti yang sama dalam banyak bahasa Eropa. Huruf “O” berarti berdiri untuk orang lain. Bersama-sama mereka mendukung makna “anarki adalah kebersamaan.” Anarki adalah filosofi atau keyakinan politik yang menganjurkan tidak adanya otoritas, sehingga terjadi kekacauan dan kekacauan. Secara teoritis, itu akan menjadi kebebasan penuh anarki dari intervensi politik, pemerintah dan otoritatif, menghasilkan kebebasan maksimum dan hak-hak individu. Awal mula logo Anarki lahir, tidak ada yang tahu tetapi ada catatan yang menunjukkan bahwa itu digunakan pada akhir 1800-an oleh kaum anarkis, “Dewan Federal Spanyol dari Asosiasi Buruh Internasional.” Muncul bersamaan dengan foto-foto Perang Saudara Spanyol (1936–1939) yang diterapkan pada helm militer.

Tidak sampai abad ke-60 ketika dua kelompok pemuda anarkis Perancis mulai menggunakan Simbol Anarki seperti yang dikenal, pertama di Perancis dan kemudian di seluruh dunia. Pertama, “Jeunesse Libertaire” pada tahun 1964 dan kemudian “Circolo Sacco e Vanzetti” pada tahun 1968.

KOTA BANDUNG DAN FENOMENA VISUAL ANARKISME

Seni melawan fasis Sejarah panjang seni melawan fasis di eropa tercatat dimulai pada tanggal 26 April 1937, Ketika itu bomber Nazi Jerman dan Italia menyerang kota Guernica di Basque. Serangan itu menginspirasi salah satu lukisan anti-perang paling terkenal dalam sejarah. Di italy seniman street art melawan perkembangan Neo-fasis hari ini. Neo fasis kebangkitannya semakin kuat, dan mereka menggunakan simbol-simbol masa lalu, seperti Partai Nazi swastika, untuk mempromosikan kebencian. ciboo melawannya dengan cinta, menggabungkan hasrat lama untuk makanan dan seni. Dia sering menutupi swastika dengan lukisan labu tortellini, misalnya. Orang-orang yang melihat karya ini mengetahui bahwa gambar tersebut menggantikan simbol kebencian.

Bagaimana dengan di Indonesia ? Tercatat dibeberapa titik konflik, mural dan jenis streetart lainnya menghiasi dingding yang sudah dihancurkan (vandalisme) oleh negara dan pemerintah — negara adalah fasis yang paling nyata. Kulonprogo, kasus penolakan bandara melibatkan beberapa seniman lokal, mereka merubah dingding rumah warga yang masih bertahan dengan mural. Bandung, baru baru ini lebih dari 30 seniman berkontribusi dalam kegiatan “mewarnai puing kota” di Tamansari yang sedang melawan proyek rumah deret. Mereka bersepakat untuk merubah ruang yang sudah dihancurkan oleh pemkot bandung menjadi hidup kembali melalui seni.

TAKTIK BLACK BLOC

Terlepas dari segala stigma kelompok anarkis pada dasarnya memang melekat dengan prinsip direct action atau aksi langsung. Bahwa kemudian hal ini seringkali diterjemahkan menjadi perusakan fasilitas umum atau aksi vandalism, mereka punya argumentasi yang perlu disimak, seperti yang dijelaskan tokoh anarkis di Kanada, Chris Bowen dalam artikel yang dilansir The Globe Mail berjudul “Vandalism a Central Part of Anarchists”. Taktik Black Bloc sejatinya mengambil inspirasi dari tradisi klasik pembangkangan sipil. Selain protes-protes liar kelompok Autonomen di Jerman Barat pada 1970an (sebagaimana yang terjadi di Brokdorf), gerakan mahasiswa pada Peristiwa Mei 1968 yang melumpuhkan Paris selama beberapa minggu, termasuk terpengaruh dari Antifaschistische Aktion, Reichsbanner Schwarz-Rot-Gold, Roter Frontkämpferbund, Communist Kampfbund gegen den Faschismus, atau Roter Massenselbstschutz–ragam sindikat anti-fasis yang dibentuk seiring maraknya serangan organisasi paramiliter Nazi. Di lapangan, taktik Black Bloc bekerja dengan membentuk formasi relatif kecil dan disiplin di dalam aksi protes yang lebih besar. Prinsip anonimitas kolektif dipraktikkan dengan mengenakan atribut berwarna hitam sekujur tubuh. Massa aksi pun terdiri dari berbagai elemen: serikat buruh, aktivis lingkungan, anarkis, aktivis masyarakat adat, organisasi yang mempromosikan HAM dan pembangunan berkelanjutan, aktivis penolak privatisasi, hingga mahasiswa bahkan pelajar.

Referensi:

Call, L, (2002) Anarchism Postmodern, USA: Leington Books

Kropotkin, P, (2019), Ilmu pengetahuan modern dan anarkisme, Yogyakarta: Penerbit Independen

Rocker, R, (1989) Anarcho-Syndicalism: Theory and Practice, USA: Pluto Press

Brekman, A, (2016) ABC Anarkisme, Daun malam.

Laman Tirto: tags Anarkisme, Hari Buruh 2019.


Posted

in

by

Tags: